BERITA TENTANG JATUH NYA PESAWAT SUKHOI SUPERJET 100


Hampir setiap orang di Indonesia mengetahui kejadian ini. Ya, jatuhnya Sukhoi Superjet 100 (SSJ100) di Gunung Salak, Bogor saat sedang melakukan terbang promosi dari Bandara Halim Perdana Kusuma (HPK), Jakarta, pada hari Rabu, 9 Mei 2012.

Musibah ini terjadi ketika SSJ100 melakukan penerbangan promosi ke Indonesia. Penerbangan ini dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama telah kembali ke Bandara Halim dengan selamat. Tahap kedua kemudian memulai penerbangannya dari landasan nomor 06 Bandara HPK. Penerbangan tersebut berjenis penerbangan instrumen (IFR) dengan nomor penerbangan RA36801. Rencana penerbangannya adalah lepas landas dari landasan nomor 06 HPK, kemudian terbang ke arah radial 200 VOR (Very High Frequency Omnidirectional Range) HLM sejauh 20 mil laut (36 kilometer) pada ketinggian 10.000 kaki.

Setelah 6 menit terbang ke arah radial 200 VOR HLM, SSJ100 mengontak petugas Jakarta Aprroach untuk meminta izin turun ke ketinggian 6.000 kaki. Hal ini dikarenakan SSJ100 akan membuat lintasan melingkar, yang berkaitan dengan proses pendaratan kembali di Bandara HPK. Namun nahas, SSJ100 menabrak tebing Gunung Salak sebelum mendarat di Bandara HPK. Pesawat hancur beserta penumpang dan kru yang ada di dalamnya.

Kapten Pilot SSJ100 ini adalah Aleksandr Yablontsev, pilot senior Rusia yang telah menerbangkan 221 jenis pesawat dan memiliki lebih dari 14 ribu jam terbang, sedangkan kopilot penerbangan ini adalah Alexandr Kochetkov. Penerbangan promosi SSJ100 ini juga membawa beberapa petinggi maskapai yang berminat membeli SSJ100 ini, seperti SkyAviation, Pelita Air, Airfast Indonesia, Air Maleo, Kartika Airlines, serta beberapa wartawan dan seorang petinggi PT. DI (Dirgantara Indonesia).

Sukhoi Superjet 100 merupakan pesawat buatan Sukhoi Company, Rusia. Perusahaan ini lebih spesialis di bidang pesawat tempur. Karena ingin membuat inovasi, Sukhoi memproduksi pesawat jet penumpang berkapasitas 70-100 penumpang yang diberi nama Sukhoi Superjet 100 (SSJ100). SSJ100 ini diharapkan bisa bersaing dengan pesawat buatan perusahaan Embraer (Brazil) dan Bombardier (Kanada) yang telah terlebih dahulu menguasai pasar jet 100 penumpang. Setelah memperoleh berbagai sertifikat, SSJ100 kemudian memulai perjalanan promosinya ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia.
Tragedi SSJ100 ini praktis menimbulkan berbagai spekulasi. Ada yang berpendapat tragedi ini murni disebabkan cuaca buruk, ada yang berpendapat karena pilot tidak mengetahui daerah Bogor dan sekitarnya, bahkan ada yang berpendapat bahwa pesawat yang digunakan untuk berpromosi di Indonesia adalah pesawat cadangan yang sedang rusak. Spekulasi-spekulasi tersebut terus berkembang hingga akhirnya terpatahkan pada bulan Desember kemarin setelah KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi) selesai mengidentifikasi kotak hitam SSJ100.

Dari hasil investigasi KNKT berdasarkan rekaman kotak hitam, tragedi ini terjadi karena pilot terdengar mengobrol dengan seseorang di kokpit dan tidak berkonsentrasi terhadap penerbangannya. Dari hasil rekaman kotak hitam tersebut, terdengar bahwa Aleksandr Yablontsev membicarakan kemampuan SSJ100 mendeteksi keadaan permukaan Bumi di sekitarnya serta membicarakan konsumsi avtur pesawat tersebut dengan seseorang yang duduk di jumpseat, sebuah kursi yang terletak di belakang kursi pilot.
Jika kita mencari penyebab tragedi Sukhoi SSJ100 berdasarkan transkripsi pembicaraan pilot yang direkam oleh kotak hitam, maka kita bisa menarik kesimpulan, kesalahan pilot berperan 75-80%. Sisanya merupakan faktor cuaca, karena pada saat itu daerah Gunung Salak sedang tertutup awan Cummulonimbus (Cb) dengan densitas yang cukup besar, sehingga jarak pandang menjadi minimum. Hal ini dibuktikan dengan ucapan sang kopilot “Dark cloud ahead”, yang berarti awan tebal sedang menghadang SSJ100. Namun, peringatan dari kopilot ini justru diabaikan oleh Yablontsev yang tetap mengobrol.
38 detik sebelum tabrakan, sebuah perangkat bernama TAWS (Terrain Awareness Warning System/peringatan bahwa pesawat terlalu dekat dengan daratan) telah berbunyi “Terrain ahead, pull up” dan diikuti perintah “Avoid terrain” sebanyak enam kali yang memerintahkan pilot untuk menghindari daratan. Apalagi, 7 detik sebelum tabrakan, berbunyi pula peringatan “Gear not down” yang berarti roda pendaratan belum diturunkan ketika ketinggian pesawat sudah lebih rendah dari 800 kaki di atas daratan. Parahnya, Yablontsev justru mematikan peringatan tersebut karena menganggap peringatan itu merupakan kesalahan sistem. 2 detik sebelum tabrakan, sang kopilot, Kochetkov, berteriak “what is that?” dan kemudian terdengar suara „blaar‟, pesawat menabrak tebing Gunung Salak. (Sumber: KNKT, dikutip dari yahoo.com)

Selain kesalahan pilot, banyak pula yang menyalahkan petugas Jakarta Approach yang terlambat menyadari hilangnya SSJ100 dari radar. Petugas itu tidak bisa mutlak disalahkan. Seperti yang dikutip dari akun Twitter Chappy Hakim (mantan KSAU), ternyata pada saat yang sama, petugas tersebut juga sedang memandu 13 pesawat lain yang berarti ia benar-benar sangat sibuk saat itu. Karena itu, mungkin ia menjadi tidak sadar bahwa SSJ100 yang sedang dipandunya telah hilang dari pantauan radar. Ia juga mengizinkan SSJ100 untuk turun ke 6.000 kaki karena ia mengira pesawat Sukhoi yang dipandunya merupakan Sukhoi Su-30 milik TNI-AU (pesawat tempur, bukan pesawat penumpang seperti SSJ100) yang sedang melaksanakan latihan. Ia berasumsi, jika yang dipandunya Su-30, pastilah sang pilot merupakan orang Indonesia yang telah hafal daerah sekitar Bogor, jadi tidak perlu diperingatkan tentang batas minimum ketinggian pesawat di daerah Bogor. Namun, ternyata Sukhoi yang dipandunya merupakan Sukhoi SSJ100 yang merupakan pesawat penumpang. Apalagi, pilotnya adalah Aleksandr Yablontsev yang merupakan seseorang berkebangsaan Rusia yang baru pertama kali terbang di wilayah Bogor. Jika petugas tersebut mengetahui Sukhoi yang dipandunya merupakan pesawat penumpang, pastilah ia memberi tahu batas minimum ketinggian di sekitar Bogor kepada Yablontsev. Mungkin, karena terlalu sibuk pula, ia tidak menyadari ketika berkomunikasi dengan SSJ100, nomor penerbangan yang digunakan SSJ100 adalah RA36801. RA merupakan kode penerbangan Rusia, tidak mungkin jika pesawat milik TNI-AU menggunakan kode penerbangan RA.

Karena tragedi ini disebabkan oleh kecerobohan pilot, maka saran yang bisa diberikan penulis adalah, pilot –dan pengemudi kendaraan lainnya– memang tidak boleh diganggu ketika menjalankan tugasnya, mereka harus dibiarkan berkonsentrasi. Yang bisa dilakukan adalah memperbarui UU, bahwa penumpang dilarang masuk ke ruang kokpit, dan bagi pelanggarnya akan dikenai hukuman tertentu yang cukup berat. Kedua, yang bisa dilakukan untuk acara terbang promosi seperti ini, penumpang cukup diajak terbang saja, tidak perlu sampai diperbolehkan masuk ke ruang kokpit. Jika penumpang ingin bertanya, bisa bertanya ketika pesawat sudah mendarat atau pihak pembuat pesawat harus menyediakan beberapa orang untuk menjawab pertanyaan penumpang di kabin penumpang, bukan di ruang kokpit. Dan untuk faktor cuaca, karena kita tidak bisa merubah cuaca, yang bisa dilakukan adalah memperbarui pesawat dengan radar cuaca dan peralatan lain yang lebih mutakhir, yang bisa mendeteksi cuaca buruk lebih cepat, sehingga pilot dapat memutuskan apa yang akan dilakukan untuk menghindari cuaca buruk tersebut secepat mungkin. Juga disampaikan kepada PT. Angkasa Pura selaku operator bandara dan ATC (Air Traffic Controller/pengatur lalu lintas udara) di Indonesia, untuk segera menambah personilnya agar seorang petugas tidak terlalu sibuk seperti saat kejadian ini, yang menyebabkan menurunnya konsentrasi petugas itu sendiri. Jika itu semua dilakukan, maka kita bisa meminimalkan kecelakaan pesawat sejenis ini.
WAKTU KECELAKAAN
Pada pukul 14:00 WIB (07:00 UTC), SSJ-100 lepas landas dari Bandar Udara Halim Perdanakusuma untuk sebuah penerbangan demonstrasi lokal yang dijadwalkan mendarat kembali ke titik awal keberangkatan. Penerbangan tersebut adalah demonstrasi yang kedua pada hari itu. Dalam pesawat terdapat 6 orang awak kabin, 2 orang perwakilan dari Sukhoi, dan 37 orang penumpang. Di antara penumpang adalah perwakilan dari Aviastar MandiriBatavia AirPelita Air Service, dan Sriwijaya Air Pada pukul 15:30 (08:30 UTC), Pilot Alexander Yablonstev, yang belakangan diketahui baru pertama kali menerbangkan pesawat di Indonesia meminta izin untuk menurunkan ketinggian dari 10.000 kaki (3,000 m) ke 6.000 kaki (1,800 m). Otoritas Pemandu Lalu Lintas Udara memberikan izin dan komunikasi tersebut merupakan kontak terakhir dengan pesawaT yang saat itu sekitar 75 mil laut (139 km) selatan Jakarta di sekitar Gunung Salak, dan pada pukul 14.33 WIB petugas bandara tidak lagi bisa berkomunikasi dengan para awak, begitu juga dengan para penumpang.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/thumb/3/34/Wreckage-Of-Russian-Sukhoi-Jet_Indonesia-.jpg/180px-Wreckage-Of-Russian-Sukhoi-Jet_Indonesia-.jpg

Lokasi menabraknya SSJ 100 di Gunung Salak I
Sebuah pencarian di darat dan udara untuk pencarian pesawat ini dimulai, tapi dibatalkan karena malam tiba. Pada tanggal 10 Mei pukul 09:00 WIB (02:00 UTC), reruntuhan Superjet Sukhoi ditemukan di Gunung Salak (6°42′35″LU 106°44′3″BT), pada ketinggian 1.500 meter. Hal yang diketahui hanya bahwa pesawat terbang searah jarum jam menuju Jakarta sebelum menabrak Gunung Salak. Laporan awal menunjukkan bahwa pesawat menabrak tepi tebing di ketinggian 6.250 kaki (1,910 m), meluncur menuruni lereng dan berhenti di ketinggian 5.300 kaki(1,600 m). Pesawat ini muncul relatif utuh dari udara, bagaimanapun, telah mengalami kerusakan besar, dan tidak ada tanda korban selamat. Lokasi kecelakaan itu tidak dapat diakses oleh udara dan belum terjangkau oleh tim penyelamat pada malam hari pada tanggal 10 Mei. Beberapa kelompok dari personil penyelamat berusaha mencapai reruntuhan dengan berjalan kaki.
KORBAN
Ada 45 orang di dalam pesawat tersebut termasuk 14 penumpang dari maskapai penerbangan Sky Aviation, tiga orang jurnalis asal Indonesia, Ismiati Soenarto dan Aditya Sukardi dari Trans TV dan Femi Adi dari saluran berita Amerika SerikatBloomberg News. Peter Adler dari Sriwijaya Air memiliki paspor Amerika Serikat.Salah satu penumpang, Maria Marcela, adalah warga negara Italia dan Nam Tran dari Esnecma memegang paspor Prancis.
KAITAN NYA DENGAN TUGAS IBD:
*MANUSIA DAN PENDERITAAN: karena disini mereka keluarga para korban merasa kehilangan bagian dari suatu anggota keluarga mereka,yang mereka cintai,sayangi,setelah kecelakaan tersebut keluarga korban merasa terpukul atas kehilangan anggota keluarga nya tak kuasa menahan kesedihan yang menimpa nya,


SUMBER
-www.merdeka.com
-www.kompas.com

-wikipedia.org

Comments (0)